(coretanku dari pendampingan anak di Rutan Kebon Waru, 27 November 2008)
Pagi itu aku bangun cepat meski tidak bersegera untuk mandi yang aku akui sebagai ‘penyakit’ kemalasanku. Dari semalam aku agak kurang tenang karena belum bisa menyiapkan senar gitar yang telah dipesan teman-teman di kelompok musik. Sebenarnya aku telah mencari senar itu di sekitar Buah Batu, sayang aku tidak menemukannya.
Sekedar mengumpulkan semangat untuk mandi pagi, aku nyalakan komputer, televisi dan ku bolak-balik lagi Satuan Acara Pemebelajaran (SAP) kelompok kriya yang telah aku susun. Dengan agak malas, akhirnya aku memaksakan diri untuk mandi pagi. Huh…. dingin…
Setelah mandi dan ganti baju, aku tepekur di depan televisi sambil menunggu Ben yang akan memberi uang transport bagi para pendamping rutan. Beberapa menit berselang, Ben pun datang. Meski uang transport sudah aku terima, aku belum beranjak dari sofa di ‘base camp’ Kalyanamandira, aku masih menunggu kabar dari Yulia yang akan membawa beberapa peralatan keterampilan. Kebetulan hari ini aku dan teman-teman di kelompok Kriya berencana untuk membuat kue bola-bola cokelat, dan Yulia bersedia membawa sebagian besar peralatannya. Akhirnya, Yulia sms, katanya ia menungguku di pertigaan jalan Martanegara – Turangga. Sayang, Yulia tidak cukup sabar menungguku, karena ia harus menge-print beberapa form kehadiran anak, sehingga pas aku sampai di pertigaan Martanegara – Turangga ia sudah pergi. Aku sms Yulia. Ternyata ia sedang berada di sebuah warnet di jalan Gatot Subroto. Aku menyusulnya. Yulia sudah selesai menge-print dan sedang mencegat angkutan kota. Kami pun berangkat bersama. Hmm… aku jadi ibu ni, pake bawa baskom dan sendok segala…
Sesampainya aku dan Yulia di halaman Rutan Kebon Waru, ternyata baru Ira, Rerra dan Wilda yang datang. Beberapa menit kemudian berturut-turut Anita, Mayene, Ilah, Tya, Firman, Tasya, Zamzam, Oka dan Dheka. Hari itu pun kami ditemani Bang Togar dari Lembaga Advokasi Hak Anak (LAHA) dan Rahmi seorang teman baru dari Unisba. Sebelum masuk ke Rutan, kami melakukan diskusi kecil untuk mempersiapkan pendampingan. Masalah yang sedikit rumit dibicarakan adalah mekanisme ‘minilab’, yang pada seminggu sebelum melakukan ‘blunder’ dengan menyebarkan Daftar Riwayat Hidup (DRH) yang telah banyak menyita waktu dan konsentrasi anak-anak. Sebenarnya, hal itu bekan sepenuhnya kesalahan teman-teman di minilab, aku dan beberapa teman yang telah cukup lama mendampingi telah ‘teledor’ terhadap proses pendampingan kamis 20 November yang lalu. Sebenarnya, aku telah sangat bangga dengan cara kerja pendampingan rutan sekarang yang lebih taktis dan rapih. Lah, keren kan tim gw hehe….
Jarum jam menunjuk pada angka 09.50, kami mulai mendekati pintu masuk rutan. Setelah semua mobil pengangkut tahanan keluar membawa para tahanan ke pengadilan, kami masuk rutan satu-persatu. Dengan stempel di tangan kanan, kami menuju aula rutan tempat kegiatan biasa diadakan. Kami tak langsung bertemu dengan anak-anak rutan, mereka harus dipanggil dulu di sel-selnya. Datanglah sekitar 50 orang anak di ruangan itu. Mereka datang dengan senyum hampa buah tekanan yang mereka dapatkan di dalam tahanan. Acara mulai dibuka oleh Mayene, diteruskan dengan game yang dibawakan oleh Wilda dan Rerra. Meski gamenya menurutku tidak terlalu rame, anak-anak mulai tersenyum lepas. Mungkin sebenarnya mereka bahagia karena melihat bidadari cantik, Rerra. Gombal colongan yeuh....
Pembukaan pun berlangsung hampir 25 menit. Selanjutnya, anak-anak masuk ke kelompok minat, yaitu kelompok kriya, kelompok musik dan kelompok sastra. Kecuali 8 orang anak yang baru masuk, mereka didampingi oleh teman-teman minilab, yaitu, Anita dan Mayene. Aku, Ira, Tya dan Tasya mendampingi kelompok Kriya. Dheka dan Wilda mendampingi kelompok Sastra. Oka, Zamzam, Yulia dan Firman bersama kelompok Musik. Adapun Rerra dan Ilah, lebih menjadi sweeper bagi anak yang di luar kelompok. Ruangan pun mulai riuh dengan gelak tawa dan sahutan. Rame euy...
Di kelompok musik, aku mulai menjelaskan tata cara pembuatan kue bola coklat. Anak-anak tampak antusias, terlebih ketika mereka mengetahui bahwa kue-kue itu nantinya dapat mereka makan. Anak-anak dibagi ke dalam 3 kelompok. Masing-masing kelompok dilengkapi peralatan 1 buah baskom, 2 sendok makan dan beberapa plastik sebagai sarung tangan, serta bahan-bahan yang terdiri dari biskuit, susu kental, air mineral dan meses. Mulailah kelompok-kelompok itu membuat kue bersama-sama. Sambil becanda mereka membubukkan biskuit dengan tangan-tangan mereka yang dibungkus plastik. Kemudian biskuit itu dicampur susu kental dan sedikit air. Mulailah mereka membuat bola-bola kecil. Lalu bola-bola kecil itu dibubuhi meses warna-warni. Akhirnya, kue-keu bola coklat telah selesai dibuat. Selanjutnya, anak-anak menuliskan runutan pembuatan dan bahan-bahan yang digunaka di selembar kertas. Setelah semua kelompok menyelesaikan proses pembuatan kue dan menuliskan rangkaiannya, mulailah satu-persatu salah seorang wakil kelompok menjelaskan proses pembuatan kue dan menyebutkan bahan-bahan yang digunakan. Kegiatan presentase ini, tak jarang diselingi sahutan dan candaan dari anak-anak yang lain. Sebelum anak-anak menikmati kue buatan mereka, aku dan Ira memberi sedikit refleksi kegiatan pembuatan kue tersebut. Akhirnya, anak-anak mulai gaduh saling berebutan dan memakan kue-kue buatan mereka. Dasar barudak...
Keriuhan juga terjadi di kelompok Musik. Kelompok Musik mulai bereksperimen dengan alat-alat seadanya seperti, botol dan galon. Di antara anak-anak Musik pun ada yang mencoba menciptakan lagu. Di kelompok Sastra cenderung lebih senyap. Tapi bukan berarti mereka tanpa kegiatan. Mereka sedang membuat tulisan, baik prosa ataupun puisi.
Ternyata, puncak keriuhan hari itu ada di akhir kegiatan. Kami para pendamping telah merencanakan sebuah kejutan kecil bagi seorang anak yang tepat hari itu berulang tahun. Indra nama anak itu, adalah anak yang akan menerima kejutan-kejutan kecil dari kami dan teman-temannya di Kebon Waru. Pertama-tama ia dikejutkan dengan lagu ’Selamat Ulang Tahun’ yang dinyanyikan oleh anak-anak Musik. Kemudian ada sebuah puisi dari anak-anak Sastra dan sebuah hadiah kecil yang diberikan Tasya kepadanya. Kami semua bergembira. Dan emosi menggelegak dari Mayene yang menjadi MC kegiatan kami hari itu. Ia sampai terharu dan mengeluarkan air mata. Benar-benar kebahagiaan kecil yang sangat sulit anak-anak dapatkan ketika mereka berada dalam tahanan.
Mungkin aku tak cukup pandai menceritakan keceriaan ini kepada para pembaca. Seperti tidak pandainya kita memahami anak-anak itu yang tidak sepantasnya mendapatkan perlakuan yang sama dengan orang-orang dewasa.